Jakarta – Praktisi Hukum Tata Negara, Wardaniman Larosa, mengatakan, Basuki Tjahja Purnama (Ahok) tidak boleh diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, karena secara konstitusional tidak melanggar ketentuan Pasal 83 ayat (1) Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
Dia menjelaskan, pasal 83 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengatur bahwa “kepala daerah/wakil kepala diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD.”
“Karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 ( Lima) tahun untuk tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pidana keamanan negara dan/atau tindak pidana lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 83 ayat (2) mengatur bahwa “kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan,” kata Wardah dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Minggu (19/2/2017).
(Baca: Kasus-kasus Penistaan Agama Yang Dibebaskan Dari Tuduhan/Dakwaan)
Warda mengaku, jika mencermati kasus Ahok yang telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan menggunakan Pasal 156 KUHP yang ancaman hukumannya selama-lamanya 4 (empat) tahun penjara dan Pasal 156 huruf a KUHP ancaman hukuman selama-lamanya 5 tahun penjara.
“Bahwa penerapan Pasal 83 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dengan Pasal 156 KUHP dan Pasal 156 huruf a KUHP diatas telah menjadi perdebatan sengit dikalangan ahli hukum tata negara dan juga telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat,” jelasnya.
Dia menjelaskan, Pasal 156 huruf a KUHP ancaman hukumannya selama-lamanya/MAKSIMAL 5 tahun (0-5 tahun), sedangkan Pasal 83 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 ancaman hukumannya paling singkat/MINIMAL 5 tahun keatas.
(Baca: Polemik Selesai, Kata Jaksa Agung Penonaktifan Ahok Tunggu Putusan Hakim)
Tenggang waktu ancaman hukuman masing-masing pasal diatas ini mirip tetapi tidak sama, sehingga harus dilihat filosofis hakekat pembentukan pasal 83 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 yakni memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya kekosongan kekuasaan kepala daerah yang tersandung kasus hukum karena masa jabatannya selama 5 tahun.
Bahkan dia menilai, sangat tidak mungkin majelis hakim menjatuhkan vonis lima tahun penjara karena Ahok telah meminta maaf kepada umat muslim.
“Sehingga saya yakin majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan menjatuhkan vonis dibawah 5 ( lima) tahun dan/atau bisa saja Ahok dijatuhkan putusan bebas karena tidak memenuhi unsur Pasal 156 KUHP dan Pasal 156 huruf a KUHP,” ujarnya.
Oleh karena itu, kekhawatiran akan terjadinya kekosongan Jabatan Gubernur DKI Jakarta aquo sebagaimana hakekat Pasal 83 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 adalah sesuatu hal yang mustahil.
(Baca: Memahami Optimisme Gub (non aktif) Ahok)
“Maka langkah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang tidak mengeluarkan surat pemberhentian sementara terhadap Gubernur DKI Ahok adalah sudah tepat dan konstitusional karena tidak melanggar ketentuan Pasal 83 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah,” ungkapnya.
(biarnyaho)