Berasal dari akar kata Yunani “polygamia”, poligami adalah sebuah sistem, adat, atau praktek pernikahan dimana sang suami / istri mempunyai lebih dari satu pasangan. Kata ini juga merujuk pada “pola perkentuan” atau berhubungan seksual seekor hewan dengan sejumlah “pasangan kawin”.
Poligami ini dibagi menjadi dua: (1) poligini, yaitu suami yang punya sejumlah istri dan (2) poliandri, yaitu istri yang mempunyai sejumlah suami. Sistem, adat, atau tradisi poligini ini telah dipraktekkan oleh banyak masyarakat kontemporer di dunia ini termasuk kaum Muslim, Kristen Mormon, warga Russia, dlsb. Tradisi ini juga sudah lama dipraktekkan masyarakat Timur Tengah, jauh sebelum masa Islam. Sedangkan poliandri dipraktekkan oleh sejumlah masyarakat suku di Tibet, India, Brazil, dlsb.
Jika di Indonesia, wacana “poligini” ini sedang cukup “ngehits”, di Timur Tengah justru mengalami kemerosotan cukup serius. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan praktek poligini ini mengalami tantangan dan kemerosotan serius.
Sejumlah faktor itu, menurut penuturan kolega dan murid-murid Arabku, antara lain (1) biaya pernikahan yang sangat mahal, minimal SR 200,000 (sekitar 700an juta), (2) kecemburuan para istri, (3) kesulitan mendistribusikan uang dan kekayaan secara merata dan fair, (4) banyaknya para gadis yang hanya mau menjadi istri pertama, dan yang lebih penting lagi (5) tumbuhnya kaum perempuan terdidik yang enggan untuk dipoligami.
Karena sejumlah faktor itulah maka jangan heran kalau angka perempuan dan laki-laki yang tidak bisa menikah di Tanah Arab ini sangat tinggi. Angka perceraian juga sangat tinggi. Banyak laki-laki Arab yang memilih membujang karena tidak sanggup membiayai mahalnya pernikahan. Yang lain memilih cara lain lagi (tahu kan maksudku? he he).
Pernikahan juga merupakan “sistem sosial” yang sangat kompleks di Arab yang sangat ditentukan oleh identitas kesukuan dan “klanisme”, tidak melulu soal keagamaan/keislaman. Suku-suku atau klan dari “kelas sosial” atas sulit untuk menikah dengan suku/klan dari “kelas sosial” bawah (apalagi menikah Arab-non-Arab, lebih njlimet lagi prosesnya). Jadi sangat rumit dan kompleks.
Waktu saya tanya murid-muridku tanya tentang poligini ini, mereka menjawab: “Satu saja belum tentu dapat, apalagi dua, tiga, dan empat”?
Sumanto Al Qurtuby