Ayat yang sangat terkenal untuk mendalili moderasi beragama adalah ayat Al Baqarah ayat 143:
وَكَذَ ٰلِكَ جَعَلۡنَـٰكُمۡ أُمَّةࣰ وَسَطࣰا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَاۤءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَیَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَیۡكُمۡ شَهِیدࣰاۗ
Demikianlah aku jadikan kalian sebagai umat yang moderat, agar kalian menjadi saksi atas seluruh umat manusia.
Ayat ini menegaskan bahwa ummatan wasathan itu “min ja’lillahi” diciptakan Allah. Ini berarti wasathiyah itu menjadi watak dasar syari’ah Islam, karena demikianlah Allah menciptakannya.
Ayat ini menggunakan kata “ummatan wasathan” bukan kata “diinan wasathan”, mengandung makna bahwa yang moderat itu adalah ummat yang memahami, mengamalkan dan mendakwahkan ajaran Islam itu. Sementara ajaran nya sendiri bisa jadi tidak toleran jika dipahami secara tidak tepat oleh pemeluknya. Ajaran agama bahkan bisa dijadikan alat untuk mendapatkan keuntungan bagi siapapun yang memiliki kepentingan, baik kekuasan, ekonomi maupun sosial. Seperti salah satu kelompok dalam perang Siffin antara Aly ra dan Mu’awiyah ra, yang menggunakan Al Qur’an sebagai alat tipu daya.
Mengapa Allah menjadikan ummat Muhammad sebagai Ummatan wasathan? Agar mereka menjadi saksi. Apa yang dimaksud menjadi saksi? Menurut para ulama yang dimaksud menjadi saksi adalah “kehadiran yang kontributif” bukan hanya “wujud fisik” tapi tidak hadir, tidak ada gunanya, tidak memberikan mamfaat apapun pada sesamnya.
Banyak umat manusia yang wujud secara fisik di tengah tengah masyarakat, tetapi mereka tidak hadir memberikan kontribusi apapun. Ada kemismikinan, mereka ada, tetapi tidak hadir berkonstribusi. Pendidikan sangat meresahkan, guru guru terbayar dengan gaji yang sangat rendah bahkan sering tetunda tunda, mereka ada, tetapi tidak hadir disitu. Persoalan bangsa yang galau, mereka ada, tapi tidak hadir berkonstribusi, dan seterusnya.
Islam menghendaki, ummat Muhammad hadir berkonstribusi dalam setiap jengkal kehidupan manusia, melihat dan merasakan apa yang mereka rasakan, dan memberikan kerahmatan pada sesama, sebagaimana Nabi Muhammad yang selalu “azizun alaihi maa anittum, harisun Alaikum bil mukminina ro’ufurrahim- merasakan apa yang dirasa berat oleh ummatnya, sangat ingin ummatnya bahagia dan kasih sayang kepada kaum mukminin”. Itulah makna syuhada’a ala An nasi. Bagaimana supaya bisa menjadi syuhada? Syarat nya satu, yaitu menjadi ummatan wasathan.
Ummatan washatan bukan karya kementrian agama, atau perguruan tinggi atau pesantren, melainkan ia karya Allah sang pencipta jagad raya.
KH Imam Nakhai
(Suara Islam)