Pada mulanya, saya termasuk orang yang keberatan dengan kebijakan-kebijakan Ahok dalam hal agama. Saya merasa bahwa uang negara tidak seharusnya digunakan oleh pemerintah untuk kepentingan satu kelompok. Ahok, menurut saya waktu itu, telah menyalahgunakan uang rakyat untuk membangun masjid, sesuatu yang tidak bisa dinikmati oleh semua orang.
Ahok tidak hanya membangun masjid di semua rumah susun, tapi juga membantu ratusan masjid di seluruh wilayah administrasi dalam dua tahun efektif pemerintahannya sebagai gubernur DKI Jakarta. Tahun 2015, dia membantu 118 masjid dan musollah. Tahun 2016, bantuan itu melebar ke 125 masjid, musollah dan majelis taklim. Bantuannya tidak main-main, mulai dari 15 juta rupiah sampai 100 juta rupiah. Salah satu masjid yang dibantu adalah masjid Keramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. (baca:Â Subhanallah, Masjid Raya Jakarta yang Dibangun Ahok Ikut Konsep Nabi)
Pembangunan masjid baru juga sangat serius. Di setiap rumah susun sederhana sewa (Rusunawa), pemerintah provinsi juga membangun masjid megah, di antaranya yang sekarang bisa di lihat adalah masjid al-Muhajirin Rusun Pesakih dan masjid Rusun Marunda. (baca:Â Akhir Maret 2017, Warga Jakarta Punya Masjid Raya Terbesar setelah Istiqlal yang Dibangun Ahok)
Ahok juga telah merampungkan pembangunan masjid Fatahillah di Balaikota. Peletakan batu pertama masjid ini dilakukan oleh Joko Widodo sebagai gubernur, kemudian keseluruhan pembangunannya dilakukan di masa Gubernur Basuki Thahaja Purnama. Jika sebelumnya pegawai dan staf gubernuran melakukan harus mencari masjid sekitar atau menggunakan salah satu ruangan Balaikota untuk melaksanakan solat jumat, sekarang mereka bisa shalat di dalam kompleks Balaikota sendiri.
Dan yang paling fenomenal adalah pembangunan Masjid Raya atau Masjid Agung At-Taubah yang terletak di Daan Mogot, Jakarta Barat. Masjid yang dibangun di atas area yang begitu luas dan megah dengan menara-menara tinggi terpancang di setiap sisinya. Saat ini pembangunan masjid ini sudah hampir rampung. (baca:Â Allahu Akbar, Ahok Bangun Masjid di Kalijodo)
Selain masjid, Ahok juga melakukan revitalisasi Islamic Center. Wilayah ini diproyeksikan menjadi pusat budaya dan kajian Islam Asia Tenggara. Dan yang paling terakhir adalah Ahok berhasil menjadi mediator antara pihak Pelindo dan keluarga Mbah Priok. Kawasan makam dan masjid Mbah Priok akan dijadikan situs bersejarah dan wisata religius.
Kembali pada pertanyaan pokok, apa yang mendorong Basuki Thahaja Purnama begitu royal membangun dan membantu pembangunan masjid di seluruh Jakarta? Bantuan ini tidak mungkin dilihat dari sekadar motivasi politik untuk meraih simpati warga. Selain dana dan besaran bantuan yang fantastis, Ahok dan timnya nampak tidak menggunakan ini sebagai bahan kampanye. Dalam kampanye, Ahok hampir tidak pernah menyinggung bantuan dan pembangunan masjid dan musollah yang begitu besar itu.
Lalu apa? Dugaan saya, hal ini terkait dengan platform pembangunan Ahok itu sendiri. Ketika Ahok memberangkatkan umroh para marbot dan penjaga kuburan, Ahok memandang bahwa dua profesi itu sangat penting untuk masyarakat seperti Jakarta. Masjid adalah ruang publik di mana warga bertemu, demikian pula kuburan. Mereka yang menjaga dan membersihkan masjid dan kuburan secara langsung menyediakan tempat yang nyaman bagi interaksi warga.
Para marbot dan penjaga kuburan itu memiliki peran yang sangat penting tetapi selama ini diabaikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Jika kita tanya apa cita-cita terbesar mereka, tentu mereka akan menjawab pergi ke Mekah, atau bisa tawaf mengelilingi Ka’bah, atau bisa shalat di Masjid Nabawi. Karena itu, melalui program umrah bagi marbot dan penjaga kuburan, Ahok ingin mewujudkan cita-cita tertinggi dari mereka yang memiliki jasa yang sangat besar bagi masyarakat, tapi selama ini diabaikan.
Masjid dan mushallah, bagi Ahok, selain sebagai tempat ibadah untuk bermunajat pada Ilahi, tempat-tempat itu juga adalah ruang publik di mana warga bertemu dan berinteraksi. Dalam interaksi itu, warga membicarakan persoalan publik. Dari sana kemudian, persoalan-persoalan seperti kebersihan, keamanan, bahkan kesejahteraan kemungkinan akan dicari solusinya secara bersama.
Karena itu, ibadah di masjid adalah pintu masuk untuk terlibat dalam kegiatan publik. Mereka yang datang ke masjid secara rutin melakukan shalat berjamaah Magrib dan Isya, misalnya, selain aktif membentuk kelompok agama, seperti remaja masjid dan pengajian, mereka pula yang paling aktif dalam kegiatan karang-taruna, olah-raga, kebersihan, kesehatan dan keamanan. Berawal dari pertemuan ibadah, mereka melebarkan kegiatan untuk menyelesaikan permasalahan komunitas. Di situ, warga secara langsung terlibat dalam pembangunan.
Suatu ketika Ahok menyatakan bahwa sangat penting warga ikut dalam kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian. Dia mengaku membaca sebuah artikel di jurnal ilmiah yang menyatakan bahwa mereka yang terlibat aktif dalam pengajian tidak mudah pikun dibanding dengan warga yang tidak aktif.
Dengan demikian, membangun dan memakmurkan rumah ibadah seperti masjid bisa diartikan sebagai upaya untuk mendorong keterlibatan warga dalam pembangunan. Sukses tidaknya pembangunan tidak semata-mata disebabkan oleh kapabilitas pemerintah, tapi juga oleh keterlibatan warga.
SAIDIMAN AHMAD