MayDay, Politik dan Orde Baru

Ilustrasi

Hari Buruh atau biasa disebut Mayday, berawal dari usaha gerakan serikat buruh untuk merayakan keberhasilan ekonomi dan sosial para buruh. Ditetapkannya tanggal 1 May sebagai Hari Buruh berdasarkan sejarah buruh di Amerika Serikat yang melakukan aksi besar-besaran pada 1 May 1886 yang menuntut 8 jam kerja dalam satu hari.

Di Indonesia sendiri, hari buruh mulai diperingati pada tahun 1920 namun semenjak orde baru berkuasa, peringatan Mayday dilarang karena bagi Soeharo, gerakan buruh dianggap berbau komunis bahkan aksi untuk peringatan Mayday saat itu akan masuk kategori aktivitas subversif, karena Mayday selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis.

Konotasi tersebut bagi Soeharto didasarkan karena lahirnya ideologi komunis berawal dari gerakan-gerakan buruh. Konotasi ini jelas tidak pas, karena Negara-negara di dunia yang non komunis, menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional. Bahkan lahirnya peringatan Hari Buruh pun berasal dari Amerika Serikat, negara yang sangat anti komunis.

Setelah reformasi tahun 1998 berhasil menggulingkan Soeharto, peringatan Hari Buruh kembali dilakukan para buruh yang dimotori dan dikordinasi oleh organisasi-organisasi serikat pekerja. Dengan cara sendiri, para buruh bisa mengekspresikan tuntutan-tuntutan baik ke perusahaan tempatnya bekerja atau ke Pemerintah yang mengeluarkan peraturan yang terkait dengan ketenagakerjaan.

Di zaman Soeharto hal itu tidak mungkin bisa dilakukan, Marsinah misalnya. Karyawan PT. Catur Putera Surya Jawa Timur ini mendapat siksaan hingga berujung kematian setelah ikut melakukan demonstrasi menuntut kenaikan upah pada bulan May 1993. Namun kasusnya mengendap karena ada indikasi keterlibatan penguasa militer setempat yang tidak menyukai aksi demo tersebut.

Kini setelah 20 tahun, para buruh bisa bebas berekspresi namun kekuatan buruh justru dimanfaatkan untuk kegiatan politik praktis. Disatu wilayah para buruh masih mengalami pengebirian hak upah, diwilayah lain buruh digiring untuk dukung mendukung seorang tokoh. Wajar namun bagaimanapun organisasi buruh seharusnya mewakili buruh itu sendiri bukan mewakili sebuah partai. Tidak semua buruh berada dalam satu organisasi serikat pekerja dan selain itu, buruh sebagai warga negara bebas menentukan pilihan politiknya tanpa dipaksa oleh organisasi yang diikutinya.

Hanya negara-negara komunis lah yang menggiring dan memaksa para buruhnya untuk mendukung kekuatan politik tertentu.

Riza Tyva Iqbal

Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10214212003768467&id=1665894937

(Suaraislam)

Loading...