Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin menghadiri dialog dengan tokoh serta pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam tingkat nasional. Makruf menyampaikan Islam moderat dapat disimpulkan dalam dua hal.
“Saya ingin menyampaikan dua hal saja, moderat ini disimpulkan dalam cara berpikir dan moderat dalam bergerak,” ujar Ma’ruf dalam dialog di Golden Boutique Hotel Angkasa, Jalan Angkasa Nomor 1, Gunung Sahari Utara, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2017).
Menurutnya, moderat dengan cara berpikir adalah tidak berubah, sehingga bila tidak ada teknisnya akan dianggap sebuah penyimpangan. Hal ini sering muncul di masyarakat, secara statis pada teknis saja.
Baca:
- Ibu Sinta Gus Dur: Toleransi Harus Ditanamkan Sejak Usia Dini
- Gus Mus dan Wejangan Cerdiknya Tentang Beragama dan Toleransi
“Nah, pandangan itu kesesatan di dalam agama, membuat kita sangat tekstual, atau saya menyebut tidak berubah-ubah. Sehingga yang dari zaman dulu begitu-begitu saja. Kebodohan terhadap tidak mengerti apa yang dimaksud ulama terdahulu ini tektualis, hukumnya tidak berubah juga,” ujarnya.
Ma’ruf mengatakan ada kelompok ‘liberaliun’ yang menganggap mudah perubahan. Hal ini, menurutnya, sangat berbahaya karena sesuatu tidak mampu dipertahankan.
“Ada juga kelompok ‘liberaliun’, apa saja boleh diubah, kapan saja boleh diubah. Nah, ini berbahaya juga. Jadi mau dibikin apa saja tergantung yang mau, jadi berubah tanpa ada hal-hal yang tidak harus dipertahankan. Di tengah-tengah itu ada yang harus dipertahankan, ada yang harus diubah,” jelasnya.
Ma’ruf menjelaskan berpikir moderat itu ada tiga karakteristik, yaitu moderat, tidak tektualis, dan tidak liberal. Selain itu, berpikir moderat juga harus dinamis di mana para ulama terdahulu memperbolehkan perubahan karena ada suatu alasan.
“Memang para ulama kita dulu membolehkan melakukan perubahan itu, kita harus menjaganya, atau karena susah atau karena sulit dikerjakan, lalu istilah karena sudah dikerjakan, jadi ada perubahan,” jelasnya.
“Sesuatu yang sudah agak susah karena terkendala, maka dia melakukan perubahan, maka dia dinamis. Tapi, walaupun dinamis, tidak keluar dari patokan itu. Jadi merupakan pakem atau rem, jadi cara berpikir yang moderat, dinamis, tapi dia di jalur,” imbuhnya.
Kedua, Ma’ruf mengatakan melakukan gerakan Harakah. Agama tidak mengajarkan gerakan yang berlebihan serta memasarkan diri. Karena itu, menurutnya, ada empat karakteristik dalam bergerak secara moderat.
“Saya menyebutnya ada empat karakteristik, satu dengan cara santun, tidak galak atau keras, jangan ada kelompok galakiyyin. Yang kedua itu mengajak orang dengan sukarela, tidak ada paksaan. Prinsip kita kan seperti itu, tidak ada paksaan, tidak pakai intimidasi, ancaman, teror. Saya kira bukan karakter, makanya dulu tidak pernah gaduh,” tuturnya.
Yang ketiga adalah toleran, tidak egoistis, dan tidak fanatik. Sebab, karakteristik Islam itu ideologi toleran.
“Karena memang karakteristik Islam itu ideologi toleran. Agamaku agamaku, agamamu agamamu. Keempat itu Harakah kita itu, menebarkan kecintaan dan kemudian kasih sayang, saling menyayangi, mencintai, bukan saling membenci dan bermusuhan,” tuturnya.
(detikcom/suaraislam)