Gus Dur Kecopetan di Bis Kota

Cerita tentang persahabatan dr. H Kartono Mohamad dan Gus Dur dimulai pada suatu pagi pada pertengahan dekade 1980-an dr. Kartono (Ketua Umum PB IDI) mengendarai mobil menuju kantornya.

Di tengah jalan di sekitar Komplek Polri Jagakarsa tidak jauh dari rumah (kontrakan) Gus Dur dr. Kartono melihat Gus Dur berjalan kaki. Almarhum memundurkan mobilnya dan menyilakan Gus Dur naik. “Ke mana, Gus?”

“Mau ke Kantor PBNU.”

Mobil terus meluncur ke PBNU mengantar Gus Dur. (dr. Kartono bergumam di dalam hati, tidak habis pikir tokoh sebesar itu tidak punya mobil yang layak).

Kisah dr. Kartono memberikan tumpangan ini berlanjut. Kadang-kadang Gus Dur diantar sampai ke kantor, di lain waktu Gus Dur turun di persimpangan dan melanjutkan perjalanannya ke Kantor PBNU dengan moda transportasi umum, yakni bis kota.

Sejak Muktamar ke-27 NU hingga menjelang Pemilu 1987 Gus Dur diundang ke beberapa daerah untuk mensosialisasikan hasil-hasil keputusan muktamar antara lain Khittah NU, terutama Bab NU dan Kehidupan Berbangsa yang salah satu point-nya berbunyi: NAHDLATUL ULAMA SEBAGAI JAM’IYAH SECARA ORGANISATORIS TIDAK TERIKAT DENGAN ORGANISASI POLITIK DAN KEMASYARAKATAN MANAPUN JUGA. Penjelasan point ini sangat menguntungkan Golkar dan, karena itu, para pejabat Orde Baru saat itu memperlakukan Gus Dur sebagai tokoh yang mendukung Pemerintah. Oleh Ketua Umum DPP Golkar H. Soedharmono (belakangan jadi Wapres RI) Gus Dur diberi hadiah berupa arloji (mahal kali ya?) dengan logo Golkar.

Suatu hari, ketika diberi tumpangan oleh dr. Kartono, Gus Dur tidak mau diantar sampai di depan kantor PBNU. Beliau memilih turun di persimpangan dan melanjutkan perjalanannya dengan naik bis kota. Dalam perjalanan di bis kota itulah Gus Dur kecopetan. Jam tangan Golkar itu hilang dari lengannya…!

Berita Gus Dur kehilangan jam tangan itu sampai ke wartawan. Majalah berita mingguan Tempo mewartakannya. Mungkin saja, Gus Dur ingin mengatakan bahwa dirinya bukan orang Golkar, buktinya jam tangannya sudah hilang.

Sumber: FB Akhmad Musta’in

(suaraislam)

Loading...