Empat Nakes Alami Ketidakadilan, Pegiat Media Sosial Kirim Surat Terbuka kepada Mahfud MD

Empat pria tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Djasamen Saragih Pematangsiantar, Sumut, ditetapkan sebagai tersangka.

Ke empatnya dijerat kasus penistaan agama usai memandikan jenazah wanita di ruang forensik di rumah sakit milik pemerintah daerah itu pada 20 September 2020.

Ke empat tersangka yakni DAAY, ESPS, RS, dan REP. Dua di antara mereka petugas forensik dan dua lagi perawat.

Mereka dijerat Pasal 156 Huruf a Juncto Pasal 55 Ayat 1 tentang Penistaan Agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Kabar tersebut menjadi perbincangan di media sosial, dan mendapat banyak perhatian dari warganet. Salah satunya dari Wahyu Sutono. Melalui akun FBnya, Wahyu Sutono menulis surat terbuka kepada Menteri Menkopolhukam, Mahfud MD agar keempat tersangka tersebut mendapat perlakuan hukum.

Kepada Yth. :
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM RI
Bapak Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U., M.I.P.
di Jakarta

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Mengacu pada kasus Muhamad Irfan Bahri, pemuda yang sempat jadi tersangka karena membunuh begal yang coba merampoknya di Bekasi, namun kemudian dibebaskan, bahkan akhirnya diberi penghargaan oleh polisi setelah Bapak melapor kepada Presiden Jokowi.

Kali ini penulis memohon dengan segala kerendahan hati agar kiranya dapat perlakuan hukum yang sama kepada empat orang tenaga kesehatan (nakes) pria yang menjadi tersangka karena pasal penistaan agama, akibat memandikan jenazah seorang perempuan yang meninggal karena Covid-19 di RSUD Djasamen Saragih, Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Kejadian tersebut sangat dimungkinkan karena kekurangan petugas perempuan, sehingga jenazah terpaksa dimandikan oleh petugas khusus Covid-19 yang laki-laki. Mengetahui hal tersebut, suami almarhumah tidak terima karena yang memandikan jenazah istrinya bukan muhrim, lalu melapor kepada Polisi, yang dibarengi pula dengan adanya demo yang mendesak agar pihak Kepolisian segera memenjarakan keempat nakes tersebut.

Setelah Polisi konsultasi dengan MUI setempat keempat nakes pria tersebut dijadikan sebagai tersangka karena pasal penistaan agama. Itu yang kemudian menimbulkan rasa ketidakadilan di tengah masyarakat. Hal ini atas pertimbangan bahwa:

A). Ini dalam keadaan darurat, dan Islam bukanlah agama yang diejawantahkan secara kaku. Semisal daging babi yang haram dimakan oleh umat Islam, suatu ketika bila dalam keadaan darurat, justru haram bila tidak dimakan. Semisal bila berada di suatu lokasi yang sangat jauh dari mana-mana, dan saat itu sudah tidak ada makanan lain selain daging babi. Jika tidak dimakan, itu artinya setara dengan bunuh diri karena membiarkan tubuh tak mendapat asupan makanan apapun.

Dalam hal nakes ini pun demikian, yakni dalam keadaan darurat atau bukan keadaan normal, dimana biasanya jenazah dibawa pulang dan dimandikan oleh kerabatnya. Namun atas tujuan kesehatan warga masyarakat disaat pandemi Covid-19, telah ditetapkan secara nasional dimandikan dan dimakamkam oleh nakes yang ditunjuk pihak Rumah Sakit.

Seperti kita pahami semua bahwa nakes adalah garda terdepan dalam perang melawan Covid-19 yang kondisinya sangat dekat dengan maut, karena setiap harinya selalu bekerja di situasi yang berdekatan dengan virus yang sangat menular dan belum ada obatnya. Sehingga tak heran bila tidak banyak yang bersedia menjadi nakes seperti mereka.

B). Menurut informasi bahwa pihak keluarga almarhumah sudah diminta untuk memandikan jenazah, namun sampai tenggat waktu yang ditentukan tidak dapat menghadirkan orang untuk memandikan, lalu pihak keluarga almarhumah menyetujui dan menandatangani agar jenazah dimandikan oleh nakes.

C). Lalu bagaimana pula dengan nasib dokter kandungan laki-laki yang selama ini sudah bertugas dan tidak pernah ada tuntutan apa pun, apakah juga harus berhenti bekerja?

D). Bila merujuk Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2020, pada poin B tentang Ketentuan Hukum pengurusan jenazah Covid-19 yang selengkapnya berbunyi:

1. Menegaskan kembali Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7 yang menetapkan:
“Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.”

2. Umat Islam yang wafat karena wabah COVID-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat dan hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.

3. Pedoman memandikan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya
b. Petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani
c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayamumkan
d. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan
e. Petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh
f. Jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:

1). Mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu

2). Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD
g. jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.

4. Pedoman mengkafani jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar’iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas
b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat
c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut

5. Pedoman menshalatkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Disunahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani
b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19
c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib)
d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.

6. Pedoman menguburkan jenazah yang terpapar COVID-19 dilakukan sebagai berikut:
a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis
b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan
c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar’iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana’iz) Dalam Keadaan Darurat.

Maka atas beberapa pertimbangan di atas, utamanya bila mengacu pada poin A3c dari fatwa dimaksud, mohon kiranya Bapak berkenan membantu menyelesaikan sekaligus membebaskan keempat nakes tersangka, lalu mengembalikan semua hak-haknya, mengingat mereka tidak termasuk menista agama, dan lebih kepada melaksanakan tugas sesuai perintah atasan dan SOP yang ada.

Sungguhlah jauh lebih bijaksana bila keluarga almarhumah justru mendoakan almarhumah agar lebih tenang saat kembali ke Sang Pencipta, tanpa harus ditambah persoalan hukum yang sama sekali tidak ada unsur kesengajaan, apalagi hingga secara sadar bertujuan menista agama.

Demikian, atas perhatian dan perkenan Bapak, penulis haturkan terima kasih.

Hormat penulis,

Wahyu Sutono

Tembusan Yth. :
1. Presiden Republik Indonesia
2. Menteri Hukum dan HAM RI
3. Menteri Kesehatan RI
4. Menteri Agama RI
5. Kepala Kepolisian Republik Indonesia
6. Kapolda Sumatera Utara
7. Kepala Pengadilan Tinggi Sumatera Utara
8. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

(Suara Islam)

Loading...