Beredarnya video #IndonesiaMoveUp yang melibatkan anak-anak berseragam SD meninggikan panji ideologi politik transnasional anti-kebhinnekaan, surat intimidasi pengkafiran sesama siswa SD, dan sebelumnya juga kerap terjadi ancaman teman sekolah terhadap siswa dari kelompok atau paham Islam non-mainnstream adalah gunung es ancaman radikalisme dan intoleransi di dunia pendidikan Indonesia yang sejak era Reformasi semakin tampil agresif. Negara tidak bisa lagi abai dari tanggungjawabnya melindungi hak-hak anak dari kepentingan dan ambisi orang dewasa, terlebih ketika anak-anak dijadikan “objek” politik praktis.

Pernyataan itu disampaikan dalam jumpa pers Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK) yang menghadirkan Henny Supolo, Yayasan Cahaya Guru (YCG); Maria Ulfah Anshor, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI); Muhammad Hafiz, Human Rights Working Group (HRWG) dan Prof. Irwanto, Pusat Kajian Perlindungan Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia, Selasa 28 Maret 2017 di Jakarta.
Baca:
- Maria Ulfah Anshor: Jangan Libatkan Anak Dalam Konflik Politik
- Astaghfirullah, TK Al-Azhar Kemang Diajarkan Pengkafiran
- Suara Hati Orang Tua yang Anaknya Jadi Korban Intimidasi
Prof. Irwanto menyatakan dengan tegas bahwa biadab sekali memakai dan memanfaatkan anak sebagai alat kampanye untuk permusuhan atas nama agama, apalagi untuk kepentingan politik praktis pilkada Jakarta. Menurutnya, semestinya negara bertindak tegas menanggapi situasi tersebut.
Keresahan situasi pendidikan anak ini juga disampaikan oleh Henny Supolo sebagai penggiat pendidikan keberagaman. Menurutnya pihak orang tua, guru atau orang-orang dewasa seharusnya membiarkan anak-anak tumbuh berkembang dengan kegembiraan dunia anak-anak tanpa direcoki dengan kepentingan dan agenda orang dewasa. Kita hanya berperan seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara: Tut wuri handayani.
Sementara Muhammad Hafiz mengatakan berdasar hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaganya, anak-anak mendapatkan pendidikan agama dari tiga sumber: guru, orang tua dan internet.
Persoalan intoleransi dan permusuhan berdasar agama sangat terpengaruh dari tiga sumber tersebut. Karena itu, menurutnya, posisi negara punya peran yang sentral lewat regulasi dan kurikulum pendidikan untuk menumbuhkan nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi kepada anak-anak. Karena anak-anak punya peran yang sangat penting untuk masa depan Indonesia.
(suaraislam)