Ahmad Ishomuddin: Kyai NU yang Hidup di Rumah Kontrakan

KH Ahmad Ishomuddin

Dia hidup bersahaja. Tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Bahagia bersama keluarga tercinta.

Kehidupannya sehari hari sebagai Dosen IAIN Raden Intan Lampung. Hanya dengan profesi sebagai dosen itu tentu tak mungkin dia punya kemampuan financial untuk pergi ke haji. Walau dia juga ulama namun tidak sekaya Dai lainnya yang bergelimang harta dengan kendaraan mewah dan hidup bagai selebritis.

Baca:

Kapasitasnya sebagai ulama tidak perlu diragukan.

Pendidikan terakirnya adalah Strata 2 konsentrasi Syari’ah. Dia juga kandidat doktor tahap penyelesaian desertasi yang belum dia tuntaskan. Bagaimana pengakuan orang terhadap keilmuannya? Dia terpilih sebagai Rais Syuriah PBNU (periode 2010-2015 dan 2015-2020) dan Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat (2015-2020).

Untuk memegang posisi tersebut enggak bisa orang sembarangan, apalagi modal ngetop doang. Kalau ilmu cetek enggak mungkin bisa mendapat posisi terhormat tersebut.

Yang membuat saya terharu adalah ketika mengetahui bahwa untuk sampai dengan yakin akan sikapnya menyampaikan pendapat di depan Hakim, dia sebelumnya melakukan riset dengan cermat sekitar 30 kitab tafsir. Terkait tafsir al-Maidah ayat 51, dia menegaskan, bahwa ayat tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilihan pemimpin, apalagi pemilihan gubernur.

Dari itu maka tanpa ragu secara pribadi dia menjawab pertanyaan hakim. Bahwa Ahok tidak bermaksud menistakan agama Islam, al-Maidah ayat 51, dan ulama.

Jangan menjegal menggunakan ayat Alquran untuk kepentingan politik. Itu sangat buruk dalam konteks bangsa Indonesia sebagai negara yang demokrasi.

Namun posisi terhormat karena keilmuannya sebagai Wakil Ketua Fatwa MUI dicopot pada hari dia bersaksi di depan hakim.

Padahal dia hadir sebagai saksi di pengadilan adalah kewajiban sebagai warga negara yang baik. Sementara dia tidak pernah minta agar dia dijadikan saksi. Tidak pernah. Tapi itu datang karena permintaan dari pengacara Ahok sendiri dan disetujui oleh Majelis Hakim.

Kita tidak tahu alasan sebenarnya mengapa sampai MUI memecat dia. Dia bukan pengurus MUI yang mengendorse bisnis Investasi (GTIS) syariah yang menipu umat. Bukan pengurus MUI yang hidup dari uang certifikat halal. Bukan pengurus yang jadi tersangka KPK. Bukan. Dia hanya berbeda pendapat soal tafsir.

Tapi setidaknya kita melihat bahwa MUI tidak ingin ada perbedaan pendapat di antara pengurus. Padahal perbedaan itu adalah rahmat. Kekuatan Islam akan terus berkembang karena umatnya tidak taklid buta dan selalu menghidupkan mejelis ilmu di tengah perbedaan.

Apabila umatnya taklid buta dan hanya jadi follower maka yang ada hanyalah kumpulan orang dungu. Tak akan ada kemajuan. Menegakan kebenaran itu sangat mahal dan tidak mudah.

Tapi bagi orang beriman seperti Kyai Ahmad Ishomuddin, itu adalah perjuangan sepanjang usia…

Erizeli Jely Bandaro (Facebook/suaraIslam)

Loading...